Alkisah... entah kenapa setiap cerita selalu diawali dengan alkisah? Mari kita abaikan.
Alkisah, di sebuah desa terpencil, tinggalah keluarga yang miskin. Saking miskinnya, mereka harus tinggal di rumah yang mirip dengan kandang ayam. Ya, karena cerita ini menceritakan tentang keluarga ayam. Keluarga ayam ini memiliki 3 orang anak. Anak pertama lahir dari telur, yang kedua juga dari telur, sedangkan anak yang ketiga lahir dari telur juga. Intinya, keluarga ayam ini bukanlah penganut paham Keluarga Berencana yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia. Kenapa? Ya, karena mereka ayam, mau bertelur berapa pun gak masalah, suka-suka dia.
Maaf kalo paragraf di atas agak ngeselin.
Seperti lazimnya ayam-ayam yang lainnya, keluarga ayam ini berkokok tiap pagi dengan nada dan konten yang sama :
"KUKURUYUUUUK!"
Suara yang membuat manusia-manusia rajin bangun pagi sambil mengumpat "Kampret! Udah pagi aja. Padahal masih ngantuk!".
Kisah ini berawal dari perbincangan di malam yang sunyi. Saat itu terjadilah percakapan di dalam kandang yang sederhana antara ayam jantan dan betina :
"Pah, anak kita yang pertama satu bulan lagi akan berumur dua bulan, dan kita harus mengajarinya cara berkokok." kata ayam betina. FYI, dalam dunia perayaman, memasuki umur 2 bulan, seekor ayam sudah harus bisa berkokok sendiri, gak boleh diwakili (ini mau berkokok apa mau ngambil raport, diwakili?)
"Iya, mah. Mamah tenang aja." Jawab ayam jantan dengan tatapan optimis. "Anak kita pasti bisa melakukannya!" Ayam betina mengangguk mantap.
Sebulan kemudian, anak pertama mereka telah memasuki bulan keduanya. Tibalah waktunya untuk berkokok.
Tanggal 2 Agustus tahun 2002 pukul 4 pagi Waktu Indonesia Bagian Tengah, ayam jantan berkata "Nak, inilah saatnya!" Sambil menepuk pundak anaknya. Anaknya mengangguk sambil batuk-batuk gara-gara pundaknya ditepuk terlalu keras. Mereka berdua beridiri tegap, berjalan keluar, dan kemudian berdiri 10 meter di depan kandang. Dari dalam kandang, ayam betina dan kedua anaknya yang masih kecil sedang menyaksikan moment yang mendebarkan ini.
"Nak, papah akan memberikan contoh, dan kamu menirukannya." Si anak cuma bisa mengangguk pelan. Kenapa pelan? Karena kalo ngangguknya kencang, (dengan leher ayam yang panjang) takut kepalanya kepentok tanah. Dengan tatapan tajam ke arah langit dan dengan satu tarikan nafas, sang ayam jantan kemudian mengeluarkan suara..... "PRET!" dan pup ayam pun berceceran di halaman.
Kemudian hening.
Dengan segenap keberanian, sang anak bertanya :
Anak ayam : "Pah, itu tadi suara apa?"
Ayam jantan : "Barusan papah kentut, Nak. Cepirit juga. Tapi dikit."
Anak ayam : "Oh..."
Sambil memegang pantatnya, sang ayah berkata "Nak, papah ke kamar mandi dulu. Setelah cebok, papah akan kembali. Percayalah!" Sang anak cuma mengangguk pelan. Kenapa pelan? Baca lagi paragraf di atas.
Waktu menunjukkan pukul 04.30 dan sang ayah belum juga kembali dari kamar mandi. Mungkin karena kesulitan dan agak repot juga kalo cebok dengan menggunakan tangan yang didominasi oleh bulu-bulu, ayam jantan tak juga kembali ke tempat sang anak. Sang anak sendiri sudah mulai gelisah karena matahari mulai tampak dari ufuk barat.
Suasana mulai panik. Sang anak mulai resah. Apa yang harus dia lakukan? Suasana hatinya bimbang. Bimbang Pamungkas. Oh, itu Bambang.
“Apa yang harus aku lakukan, Papah! Aku tidak tau harus memulai darimana!” kata sang anak ayam dalam hati.
Didesak oleh rasa panik yang berlebihan, “Aku bisa, aku pasti bisa!” Dia memandang langit yang mulai tampak terang, secara naluriah sang anak kemudian menarik nafas panjang, kemudian terdengar suara “PRET!” , dibarengi dengan pup yang berceceran, dan dibarengi juga dengan teriakan :
“KUKURUYUUUUUK!”
Ayam jantan, yang saat itu masih sibuk mencari cara bagaimana cebok yang baik dan benar dengan tangan kirinya, merasa terhenyak ketika mendengar kumandang berkokok sang anak. Air matanya menetes. Kakinya gemetar. Tangan kirinya… masih ribet sendiri.
Ayam betina, yang saat itu masih berada di dalam kandang bersama kedua anaknya yang masih kecil-kecil berlari keluar dan menghampiri anak pertamanya dengan mata berkaca-kaca. Sang anak yang sukses berkokok menoleh ke belakang dan melihat mamahnya beserta adiknya datang menghampiri. Sang anak tersenyum. Kemudian mereka berempat saling berpelukan. Mereka terharu dan saking terharunya sampai-sampai tidak menyadari bahwa kaki-kaki mereka telah menginjak pup sang anak.
“Anakku!” terdengar suara Ayam jantan dari kejauhan. “Papah!” sahut sang anak. “Aku berhasil, Pah. Berhasil!” lanjutnya. Kemudian mereka saling berpelukan dengan aroma pup ayam yang menyengat. Pagi yang indah bagi keluarga sang ayam. Kemudian tamat.
0 omongan:
Posting Komentar